Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

Opini  

Menangkal Disintegrasi Setelah Pilpres 2024

Oleh: Agus, S.E.,M.M (Warga Dbox Balisusang)

Kamis, 18 Januari 2024

Mensanews.com-Tinggal 29 hari lagi Bangsa Indonesia akan menjalani ritus politik hajatan akbar yakni pemungutan suara untuk memilih presiden dan wakil presiden (pilpres), 14 Februari 2024. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan tiga (3) pasang calon, dengan nomor urut 1, pasangan Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar, nomor urut 2, pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dan nomor urut 3, Pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Ke-3 capres-cawapres bersama dengan partai politik pengusung dan pendukung mulai hectic dan heroik berkampanye untuk memenangkan jagoan mereka masing-masing.

Selain itu, mesin partai politik mulai dipanaskan. Sayap-sayap pendukung dan simpatisan terlihat dikepakkan. Pesta demokrasi mulai bergulir, dengan kecepatan maksimal, full speed, karena arus perkampanyean telah menunjukan jadi diri serta uji kekuatan masa dan Adu strategi? Para capres-cawapres sedang beradu strategi kemenangan untuk merebut suara rakyat. Para kandidat dan timses (tim sukses) mulai jor-joran berkampanye dari satu tempat ke tempat yang lain dan lebih hangat lagi pada saat debat Capres dan Cawapres semuanya tentunya baik dan layak di mata pendukungnya tapi belum tentu di hati rakyat.

Baca Juga :  JOKOWI KESAL, ULAH MAFIA ANGGARAN SAMPAH PLTSa SULIT TEREALISASI 

Ketiga capres mengusung tagline yang berbeda. Dalam visi dan misi, Anies-Muhaimin menggunakan frasa “Jalan Perubahan.” Adapun Ganjar-Mahfud memilih “ Gerak Cepat Ganjar Pranowo dan Mahfud MD”, sedangkan Prabowo-Gibran memakai frasa “Asta Cita.” Semua itu merupakan pertarungan simbolis antar calon hanya, tinggal bagaimana mereka menerjemahkan dan memahamkan visi misi tersebut, kepada para pemilik suara yang masih didominasi oleh masyarakat arus bawah sebagai potential vote getter. Jika mereka piawai dalam mengambil hati pemilik suara dengan ide, gagasan yang dituangkan dengan program-program unggulan yang masuk akal dan terukur serta tidak bombastis-utopis, niscaya masyarakat pemilih akan jatuh hati kepada salah satu dari ketiga pasang calon tersebut.

Baca Juga :  Jaga Keutuhan Bangsa, Praktisi Pers: Jangan Sebar Kebencian!

Konstalasi politik yang mulai memanas antarpasangan capres-cawapres dan juga antarpendukung mereka, haruslah diletakkan pada koridor kerangka berdemokrasi, yakni bolehnya berbeda pendapat untuk memilih salah satu capres-cawapres dan tidak adanya tekanan baik bersifat fisik maupun psikis. Berbeda pilihan politik boleh, tetapi jangan sampai membuat kita terpecah belah, tercerai-berai. Oleh karena itu, semua pihak hendaknya memiliki kesadaran tingkat tinggi dengan menyuguhkan proses pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (luber dan jurdil). Jangan berpikir kemenangan dengan menabrak dan membabi buta terhadap aturan main yang telah menjadi konsensus anak bangsa. Hal ini sangat penting, karena percikan api ketidakpuasan terhadap hasil pemilu yang legitimate dapat membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, jika tidak dikelola dengan kejernihan hati dan sikap legowo dalam berpolitik.