MENSANEWS.COM-NTT, Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat meminta para tokoh agama untuk senantiasa mengembangkan semangat toleransi dan menghimbau umatnya agar menghayati perbedaan secara rileks. Kondisi negara yang semakin terbelah akibat politik identitas terutama menjelang hajatan demokrasi terbesar sepanjang sejarah yakni pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg) secara serentak harus disikapi secara serius dan kritis.
“Membangun sebuah bangsa harus didasarkan pada kondisi untuk menerima perbedaan sebagai bentuk yang sangat rileks. Kecenderungan yang terjadi sekarang, kita berbeda tetapi kaku sekali. Sampai kita tidak dapat bangun hubungan secara baik. Dan menurut saya, itu ciri bangsa yang tidak akan maju. Satu-satunya keajaiban kita (yang tidak ada di bangsa lainnya di dunia) adalah menjadi bangsa dengan banyak perbedaan,” kata Viktor Laiskodat dalam kegiatan Dialog Pemerintah Provinsi NTT dengan Lembaga-Lembaga Keagamaan se-Provinsi NTT di Hotel Aston, Selasa (9/4). Tema yang diusung adalah _Merawat Toleransi, Kerukunan dan Keharmonisan Hidup dalam Spirit NTT Bangkit Menuju Sejahtera dalam Bingkai NKRI._
Menurut Gubernur Viktor, semangat menghayati perbedaan secara rileks ini telah ditunjukan oleh para pejuang dan pendiri bangsa. Diawali oleh para pemuda dalam Sumpah Pemuda. Mereka punya semangat hebat dan mampu mendeklarasikan sebuah imajinasi kebangsaan. Imajinasi mereka sangat keren melampaui realitas kebangsaan dan geografis saat itu. Begitupun semangat yang dibangun Panitia sembilan saat merumuskan bentuk negara.
“ Tim sembilan saat merumuskan bentuk negara, sangat legowo. Kalau mau jujur, negara agama harusnya jadi karena hanya satu yang non muslim yakni Alexander Maramis. Tapi mereka tidak melakukan melakukan itu. Mereka juga tidak pakai voting. Begitu berdebat serius luar biasanya. Tidak ada voting sama sekali. Sampai mereka akhirnya sepakat untuk mendirikan negara nasional berbentuk republik. Membaca dokumen seperti ini tentunya memberikan motivasi kepada kita khususnya saya secara pribadi. Untuk apapun bolehlah kita korbankan demi tegaknya NKRI dan Pancasila. Saya tidak ingin lahir dari negara Indonesia dan mati sebagai warga negara lain,” tegas Viktor dalam kesempatan tersebut.
Lebih lanjut mantan ketua Fraksi Nasdem itu mengatakan, di tengah situasi politik yang semakin memanas, para pemimpin termasuk pemimpin agama diharapkan tetap berdiri kokoh di atas semangat kebangsaan yang berdasarkan Pancasila, NKRI ,UUD 1945 dan semangat kebhinekaan. Pilihan beda adalah sesuatu yang sangat wajar, namun semangat toleransi harus dikembangkan. Visi NTT Bangkit Menuju Sejahtera hanya akan terwujud jika NKRI tetap berdiri kokoh.
“Tidak boleh ada sikap saling mencurigai. Harus kembangkan sikap toleransi. Toleransi itu berarti kita menerima perbedaan tanpa ada sungkan. Saya selalu bilang rileks, sangat rileks. Kritik,kritik saja. Perbedaan silahkan saja, urusan politik boleh beda. Tapi tidak menjurus kepada permusuhan dan kehancuran. Setiap bangsa tentu punya tantangan dan cobaan, tetapi tentunya setiap pemimpin yang punya karakter dan tekad kebangsaan yang kuat, merekalah yang akan mampu berdiri dan menjaga agar semangat perjuangan dari seluruh pahlawan yang telah mengorbankan dirinya tidak sia-sia,” jelas pria asal Semau tersebut.
Di akhir arahannya, Gubernur NTT menyatakan sikap tegas Pemerintah Provinsi untuk menolak segala bentuk semangat intoleransi di Bumi Flobamorata. Kita semua ingin berdamai, kita harus berperang melawan kelompok-kelompok yang coba mengganti falsafah Pancasila. Dalam semangat kebersamaan membangun NTT dalam bingkai NKRI, tidak ada semangat mayoritas, minoritas. Semua diperlakukan secara sama.
“Saya seorang manusia yang serius sekali mendorong bahwa Pancasila adalah ideologi yang sudah final yang harus diperjuangkan sekuat tenaga secara terus-menerus. NTT tidak boleh berpikir untuk melahirkan sebuah peraturan daerah yang bertentangan dengan Konstitusi dan Pancasila. Saya mengajak para tokoh agama untuk mengajak umat agar menggunakan hak pilihnya secara bebas pada tanggal 17 April nanti. Siapapun dipilih rakyat menjadi presiden dan wakil rakyat, kita sepakat vox populi, vox Dei (suara rakyat, suara Tuhan,red), tapi kita tetap harus pada kesepakatan para pendiri bangsa bahwa Pancasila dan NKRI adalah harga mati,” pungkas Viktor Laiskodat.
Sementara itu, Wakapolda NTT, Brigadri Jenderal (Pol) Johanis Asadoma yang bertindak sebagai moderator dalam kegiatan tersebut mengungkapkan, semangat yang dibangun dalam kegiatan dialog keagamaan sangat penting untuk merawat kerukunan. Topik yang diangkat juga sangat tepat karena sangat kontekstual.
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.