Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

Opini  
Topik : 

Korupsi Awololong.?

Ada beberapa pasal yang tidak mengaitkan korupsi dengan keuangan negara, misalnya penyuapan. Meski hanya dua pasal yakni pasal 2 dan pasal 3, tapi pasal tersebut menjadi favorit aparat penegak hukum untuk menjerat para pelaku korupsi yang diduga atas perbuatannya telah menimbulkan kerugian negara. Hal ini dapat dilihat dari 735 kasus korupsi yang diperiksa dan diputus ditingkat kasasi Mahkamah Agung, yang datanya dikumpulkan oleh LeIP tahun 2013. Dari 735 perkara, terdapat 503 perkara atau 68,43% menggunakan pasal 3 UU Tipikor untuk menjerat pelaku tindak pidana korupsi. Selain pasal 3 UU Tipikor, Jaksa Penuntut Umum juga sering menggunakan Pasal 2 UU Tipikor untuk menjerat pelaku tindak pidana korupsi sekitar 147 perkara atau 20%. Sedangkan untuk perbuatan suap-menyuap, sekitar 26 perkara yang menggunakan Pasal 11 UU Tipikor.

Selenting pertanyaan tiba-tiba terlintas, bagaimana mungkin dua kali adendum tapi realisasi fisik pekerjaan tetap 0%?

Dalam hukum pidana dikenal ada teori kehendak (Wilstheorie), teori yang dipelopori von Hippel ini menjelaskan bahwa Vorsatz (kesengajaan) adalah kehendak untuk melakukan suatu perbuatan dan kehendak untuk menimbulkan akibat karena perbuatan itu. Suatu akibat dikehendaki jika akibat itu lahir dari perbuatan yang betul-betul dikehendaki, teori ini menggunakan istilah Willens en Wetens yaitu menghendaki dan mengetahui.

Baca Juga :  Jaga Keutuhan Bangsa, Praktisi Pers: Jangan Sebar Kebencian!

Jonkers salah seorang penganut teori ini menyatakan bahwa kehendaklah yang merupakan hakikat kesengajaan. Moljatno mengambil rumusan itu dan menjelaskan bahwa kehendaklah yang diarahkan pada terwujudnya perbuatan seperti dirumuskan dalam Undang-undang, oleh Voa (Utrecht 1960 : 303) menggunakan istilah willens en wetens yaitu menghendaki dan mengetahui.

Pompe menjelaskan bahwa teori kehendak terletak pada kesengajaan terhadap unsur-unsur delik (sepanjang mengenai hal-hal yang diliputi oleh kesengajaan) yaitu akibat dan keadaan yang menyertai perbuatan itu.

Contoh; “A menghendaki kematian B. Agar dapat merealisasi kehendak itu, maka A menyiapkan pistol dan memberikan pistol itu kepada C, dan C mengarahkan pistol itu kepada B, dan B jatuh tertembak mati”. Tidak dapat dikatakan A menembak mati B, tapi mempunyai kehendak tentang kematian B. Yang dikehendaki adalah suatu tindakan yang menyebabkan kematian B. Tindakan itu adalah perbuatan menembak mati B. Kematian B timbul disaat adanya keinginan A untuk mematikan B.

Baca Juga :  Gubernur NTT Tantang Vikaris Jadi Pribadi Militan

Kehendak merupakan arah, maksud, tujuan yang berhubungan dengan motif (alasan pendorong untuk berbuat) dan tujuannya perbuatan itu. Antara motif, perbuatan dan tujuan memiliki hubungan kausal, harus dibuktikan bahwa perbuatan itu sesuai dengan motifnya dan tujuan yang hendak dicapai. Untuk melacak berdasar teori ini, perlu dibongkar asal mula lahirnya proyek Awololong ini pada Perbub No. 41 tahun 2018. Atas kehendak siapa hingga munculnya proyek Awololong dalam Perbub No. 41? Dan apa motivasinya (motif).

Teori kehendak telah diakomodir dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP, berangkat dari Perbub No. 41 tahun 2018 sebagai cikal bakal lahirnya proyek ini memberikan petunjuk yang dapat membuktikan hubungan kausul antara motif, perbuatan, akibat dan keadaan yang menyertai perbuatan itu. Orang yang melakukan perbuatan dengan sengaja berarti ia menginsyafi tingkah lakunya, keinsyafan akan kepastian dan boleh jadi keinsyafan akan kemungkinan (kepastian akan mangkraknya proyek tersebut).

Baca Juga :  UPACARA PENYAMBUTAN PERSONEL POLDA KEPRI BKO POLDA METRO JAYA DAN LAPORAN KENAIKAN PANGKAT PERSONEL POLDA KEPRI

Jika ditarik dari serangkaian atau rentetan proyek tsb, maka adanya ide sebagai kehendak tentang pembangunan Awololong dihubungkan dengan mangkraknya proyek tsb sampai terjadi adendum dua kali memiliki hubungan kausal yang saling terkait. Adanya hubungan kausal membuktikan kesengajaan / sengaja sebagai maksud, dapat ditarik dengan teori kehendak ini yang telah diakomodir dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1e KUHP, ada pihak yang mempunyai kehendak, kehendaklah yang merupakan hakikat kesengajaan, ada beberapa bentuk sengaja, ada bentuk sengaja sebagai maksud yang dapat ditarik sebagai motif asal, ada pihak yang sengaja hanya sekedar untuk memperoleh uang dianggap sebagai alasan dari perbuatannya, bukan motif. Baik sengaja sebagai kehendak maupun sengaja sebagai alasan sama-sama memiliki kesadaran (sadar) akan kepastian dan keharusan, yakni kepastian dan keharusan akan mankraknya proyek tersebut. Mangkraknya proyek Awololong, dapatkah ditarik menjadi tindak pidana korupsi? Wallahu a’lam. (MN002)

*Penulis, Advokat, Tinggal di Kupang