Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

Opini  

“Hilangnya Harapan: NTT di Pusaran Gelap Bunuh Diri”

IMG 20250122 WA0024

Oleh: Arnol Fobia

Kupang, 21 Januari 2025– Kasus bunuh diri di Nusa Tenggara Timur (NTT) melonjak drastis, menggemparkan masyarakat dan mengirim sinyal bahaya yang tak bisa diabaikan. Di tengah panorama alam yang memukau, tersembunyi tragedi batin yang menghantui: nyawa-nyawa yang terenggut oleh rasa putus asa. Fenomena ini bukan hanya angka statistik; ini adalah wajah dari krisis kemanusiaan yang memerlukan perhatian serius.

Mengapa Bunuh Diri Begitu Masif di NTT?

Di balik peristiwa memilukan ini, terkuak berbagai faktor mendasar yang saling berkelindan:
1. Tekanan Ekonomi yang Menjerat
NTT dikenal sebagai salah satu daerah dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia. Ketidakpastian penghasilan, kesulitan memenuhi kebutuhan dasar, dan minimnya akses lapangan kerja menciptakan tekanan yang menghimpit, membuat banyak orang merasa hidup mereka tak lagi layak diperjuangkan.

Baca Juga :  Apakah Pemda Malaka Melawan BKN? Lemahnya Negara Melindungi ASN Pasca Pilkada

2. Stigma Sosial dan Keterasingan

Ketika kesehatan mental masih dianggap tabu, banyak individu memilih diam di tengah penderitaan. Dalam masyarakat yang sering kali menilai masalah mental sebagai kelemahan atau aib, mereka yang membutuhkan pertolongan malah merasa terkucilkan.

3. Keterbatasan Akses Layanan

Kesehatan Mental Di NTT, fasilitas kesehatan mental bisa dihitung dengan jari. Psikolog, psikiater, dan layanan konseling sulit dijangkau, terutama di daerah terpencil. Akibatnya, mereka yang butuh pertolongan segera sering kali tidak tahu harus ke mana mencari bantuan.

Baca Juga :  Menyambut sidang Commision on the Status of Women atau CSW ke-63 yang akan digelar pada 11-22 Maret 2019 di New York, sejumlah perwakilan negara di kawasan Asia-Pasifik menggelar rapat persiapan di Bangkok, Thailand

4. Budaya Tekanan dan Beban Sosial

Adat dan norma sosial yang menuntut kesempurnaan kerap membebani individu. Kegagalan sering kali dianggap sebagai kehancuran martabat, membuat orang memilih mengakhiri hidup sebagai jalan keluar.